PROSESI MALAM MAPPACCI KELUARGA LATO MALLOMO PALLAPAO - RUSMAN

Breaking

SI ANAK PETANI

Sunday, 25 September 2016

PROSESI MALAM MAPPACCI KELUARGA LATO MALLOMO PALLAPAO


Ada beberapa tahapan yang musti dilalui dalam upacara pernikahan masyarakat Bugis.  Upacara pernikahan dalam adat Bugis dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan mengandung nilai-nilai kesucian, maka dari itu pernikahan wajib terlaksana di atas dua landasan utama, kata saya memulai penjelasan.

“Dua hal yang melandasi pernikahan masyarakat Bugis, yakni niat yang lurus dan jiwa yang suci bersih. Itu tergambar dalam prosesi Mappacci,

Mappacci adalah salah satu rangkaian dari upacara pernikahan Bugis yang bermakna ‘pensucian diri’.  Sebuah pantun Bugis (elong ugi) menyatakan : Duami kuala sappo unganna panasae na belo-belona kanukue. Yang artinya ‘Ada dua yang kuambil sebagai pagar diri dalam rumah tangga, yaitu kembangnya buah nangka dan perhiasannya kuku jari.

Sejenak kulihat dahi si kawan berkerut dan karena saya diam ia kemudian bertanya, ”Apa kelebihan dari kembang buah nangka serta hiasannya kuku, sampai-sampai keduanya bisa dijadikan sebagai pagar diri

Ungkapan dalam Elong ugi itu sama sekali tidak mengandung takhayul atau syirik. Ungkapan itu mengandung arti yang sangat penting dan menjadi dasar dalam menjalankan suatu perkawinan.
Unganna panasae’ atau kembang buah nangka dalam bahasa Bugis disebut ’lempu’, bermakna lurus merupakan simbol niat yang lurus.
Sedangkan ’belo-belona kanukue’ atau hiasannya kuku disebut ’pacci’ yang artinya bersih, melambangkan kesucian atau jiwa yang jernih.

meletakkan pacci di telapak tangan calon mempelai
”Itulah mengapa upacara ’Mappacci’ atau mensucikan diri menjadi sesuatu yang harus dijalani dalam mengawali prosesi pernikahan Bugis

 “Acara ‘mappacci’ itu dilaksanakan pada malam menjelang acara akad nikah/ijab kabul keesokan harinya, itu sebabnya biasa disebut malam mappacci, biasa juga disebut ‘tudang penni’. Mungkin kalo di Jawa semacam midodareni, atau dalam adat Melayu hampir sama dengan acara malam berinai. Acara melepas lajang gitu deh,Mas…he he he …tetapi memiliki makna filosopi”

Si kawan terlihat mulai manggut-manggut, nampaknya dia serius ingin mengetahui lebih jauh tentang adat pernikahan Bugis. ”Lalu apa saja yang perlu dipersiapkan dalam acara mappacci itu dan bagaimana pelaksanaannya ?” tanyanya kemudian.

Inti dari upacara ini adalah pemberian daun pacci atau daun pacar pada calon mempelai, maka daun pacar atau pacci menjadi sesuatu yang harus ada dalam acara itu. Tata cara pelaksanaannya yaitu para kerabat atau beberapa tamu yang telah dipilih, satu per satu mengambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan lalu diletakkan di telapak tangan calon mempelai.

Daun pacci itu dikaitkan dengan kata ‘paccing‘ yang maknanya adalah kebersihan dan kesucian. Dengan demikian pelaksanaan mappaci mengandung makna kebersihan raga dan kesucian jiwa.
calon mempelai laki-laki juga melakukan acara mappacci

Tamu yang diminta untuk meletakkan pacci biasanya adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan sosial yang baik dan mempunyai kehidupan rumah tangga yang bahagia.  Semua ini mengandung makna agar calon mempelai kelak di kemudian hari dapat hidup bahagia seperti mereka yang meletakkan pacci di atas tangannya.

Acara itu dilakukan baik bagi calon mempelai perempuan maupun calon mempelai laki-laki, hanya saja tempat pelaksanaannya terpisah, di rumah masing-masing. Sedikitnya ada 6 macam perlengkapan yang harus disiapkan dalam  pelaksanaan mappacci,


Upacara mappacci menggunakan 6 (enam) macam alat perlengkapan yang terdiri dari; bantal, sarung 4 lembar, daun pisang, daun nangka, daun pacci, dan suluh atau lilin. Keenam alat perlengkapan tersebut masing-masing mengandung makna filosofi, yakni:
perlengkapan mappacci

Bantal adalah simbol sipakatau  atau saling menghargai, itu tergambar dari fungsinya sebagai pengalas kepala saat tidur. Kepala merupakan bagian tubuh yang paling mulia dan dihargai. Begitu pula, sosok manusia baru dapat dikenal bilamana dilihat wajahnya, dan wajah adalah bagian dari kepala.

Sarung merupakan simbol mabbulo sipeppa atau persatuan, itu tergambar jalinan dan kumpulan lembaran benang yang disatukan kemudian diolah dan ditenun.
sarung sebagai simbol persatuan dan penutup aurat

Fungsi utama sarung sebagai penutup aurat, demikian pula halnya suami-isteri. Istri adalah pakaian dari suami, dan suami merupakan pakaian bagi istri, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an: “hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna” (QS. 2:187),Artinya “mereka itu istri-istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu pun selaku suami adalah pakaian dari mereka”.
Penggunaan empat lembar sarung yang disusun dalam suatu lingkaran mengandung makna kesiapan calon mempelai memasuki kehidupan berumah tangga dengan terlebih dahulu membersihkan 4 hal, yaitu mapaccing ati artinya bersih hati, mapaccing nawa-nawa artinya bersih fikiran, mapaccing pangkaukeng artinya bersih/baik tingkah laku, dan mapaccing ateka artinya bersih I’tikat.

Daun pisang. Pisang adalah simbol serbaguna karena seluruh bagian dari pohon pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pisang merupakan tanaman produktif karena sekali kita menanam pisang, akan tumbuh dan berkembang, patah tumbuh hilang berganti. Sama halnya dengan manusia hidup dan berkembang dari generasi ke generasi melalui perkawinan.
 Panasa sebagai simbol cita-cita atau mamminasa

Daun nangka. Nangka adalah simbol cita-cita, dalam bahasa Bugis disebut ‘panasa’ yang mengandung makna mamminasa, yang memiliki arti tekad dan cita-cita. Setiap pasangan suami istri ingin menjadikan rumah tangganya senantiasa dalam keadaan tenteram dan bahagia didampingi oleh istri dan anak-anak yang saleh dan sakinah sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW: “baiti jannati” yang artinya rumahku adalah surgaku.

Daun pacci/pacar adalah simbol kebersihan atau kesucian karena daun pacci itu digunakan sebagai pemerah kuku atau penghias kuku, belo-belo kanuku. Sebagaimana yang tercantum dalam pantun Bugis tadi yang berbunyi “DUA MI UWALA SAPPO, BELO NA KANUKUE, UNGANNA PANASAE”. Terjemahan bebasnya : hanya dua kujadikan perisaiku yaitu pacci (kesucian) dan lempu’(kejujuran). Peribahasa ini berlaku bukan hanya dalam hal pernikahan, tetapi hadir dalam setiap dimensi kehidupan masyarakat Bugis.

Lilin adalah simbol penerangan dan pengabdian; digunakan sewaktu gelap sebagai penerang dan sebagai simbol pengabdian terhadap keluarga, masyarakat, agama, bangsa, dan negara.
Simbol-simbol yang disebutkan di atas diharapkan dalam melayarkan bahtera hidup dan kehidupan calon pengantin selalu didasari oleh 3E yaitu: Etos, Etis, dan Estetika dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Insyaa Allah


No comments:

Post a Comment